Loading...
Inilah kisah hidup Muhammad Helmi Firdaus Abdul Halid.
Di usianya yang masih begitu muda, yakni 22 tahun, dia sudah harus menjadi tulang punggung keluarga, dengan bekerja jadi tukang bersih-bersih toilet umum.
Tidak hanya untuk mencari nafkah, pekerjaan yang ia lakoni juga untuk membayar biaya pengobatan sang ibu, yang kini mengalami komplikasi dengan jantung dan ginjalnya.
“Karena ibu saya didiagnosis menderita penyakit jantung dan ginjalnya awal tahun ini dan memerlukan perawatan bulanan di rumah sakit, saya harus bekerja lebih keras,” ucap Helmi.
Setiap harinya, seperti dilansir today.line.me, Helmi turun dari rumah sekitar jam 5 pagi dan menempuh perjalanan sejauh 4 km ke stasiun LRT Bandar Kinrara, Puchong, Petaling District, Selangor, Malaysia.
Yang menyedihkannya, perjalanan jauh itu ia tempuh dengan mendorong kursi rodanya.
Helmi memang terikat pada kursi rodanya karena ia menderita Hydrocephalus, yakni suatu kondisi yang menyebabkan penumpukan cairan di rongga-rongga dalam otak.
Meski demikian, dia tak pernah mengeluh, dia terus bekerja keras untuk membiayai keluarga dan pengobatan sang ibu.
Penderitaannya pun tak berhenti sampai di situ.
Setiap berangkat kerja, Helmi kerap dirampok dan dipukuli oleh orang-orang yang kejam.
“Saya biasa meninggalkan rumah saya pada jam 4 pagi, tetapi setelah saya dirampok dan dipukuli, saya tidak lagi berani keluar secepat itu. Karena kejadian itu, kursi roda saya rusak dan saya harus menggunakan tabungan saya untuk membeli yang baru,” kenang dia.
Untuk menambah pemasukannya, Helmi sampai rela tidak makan dan memungut kaleng dan besi tua untuk dijual.
via: today.line.me
“Saya mengambil kaleng dan besi tua yang bisa dijual, dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja,” tuturnya.
Helmi mengaku bahwa keluarganya setiap bulan menerima bantuan sosial dari Departemen Kesejahteraan Sosial sejumlah Rp 1.350.000. Namun jumlah tersebut belum bisa memadai kebutuhan keluarganya.
“Mekipun kami juga menerima RM400 sebulan dari Departemen Kesejahteraan Sosial, itu tidak cukup. Terkadang, sata makan satu kali sehari. Ketika sakuku kosong, aku hanya akan minum air,” kata Helmi.
Di usianya yang masih begitu muda, yakni 22 tahun, dia sudah harus menjadi tulang punggung keluarga, dengan bekerja jadi tukang bersih-bersih toilet umum.
Tidak hanya untuk mencari nafkah, pekerjaan yang ia lakoni juga untuk membayar biaya pengobatan sang ibu, yang kini mengalami komplikasi dengan jantung dan ginjalnya.
“Karena ibu saya didiagnosis menderita penyakit jantung dan ginjalnya awal tahun ini dan memerlukan perawatan bulanan di rumah sakit, saya harus bekerja lebih keras,” ucap Helmi.
Setiap harinya, seperti dilansir today.line.me, Helmi turun dari rumah sekitar jam 5 pagi dan menempuh perjalanan sejauh 4 km ke stasiun LRT Bandar Kinrara, Puchong, Petaling District, Selangor, Malaysia.
Yang menyedihkannya, perjalanan jauh itu ia tempuh dengan mendorong kursi rodanya.
Helmi memang terikat pada kursi rodanya karena ia menderita Hydrocephalus, yakni suatu kondisi yang menyebabkan penumpukan cairan di rongga-rongga dalam otak.
Meski demikian, dia tak pernah mengeluh, dia terus bekerja keras untuk membiayai keluarga dan pengobatan sang ibu.
Penderitaannya pun tak berhenti sampai di situ.
Setiap berangkat kerja, Helmi kerap dirampok dan dipukuli oleh orang-orang yang kejam.
“Saya biasa meninggalkan rumah saya pada jam 4 pagi, tetapi setelah saya dirampok dan dipukuli, saya tidak lagi berani keluar secepat itu. Karena kejadian itu, kursi roda saya rusak dan saya harus menggunakan tabungan saya untuk membeli yang baru,” kenang dia.
Untuk menambah pemasukannya, Helmi sampai rela tidak makan dan memungut kaleng dan besi tua untuk dijual.
via: today.line.me
“Saya mengambil kaleng dan besi tua yang bisa dijual, dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja,” tuturnya.
Helmi mengaku bahwa keluarganya setiap bulan menerima bantuan sosial dari Departemen Kesejahteraan Sosial sejumlah Rp 1.350.000. Namun jumlah tersebut belum bisa memadai kebutuhan keluarganya.
“Mekipun kami juga menerima RM400 sebulan dari Departemen Kesejahteraan Sosial, itu tidak cukup. Terkadang, sata makan satu kali sehari. Ketika sakuku kosong, aku hanya akan minum air,” kata Helmi.
Loading...